TEBANG PILIH
Palopo, DP-
Putusan PN Palopo, dimana saat itu mendudukkan seorang pejabat
Staf BPN Kota Palopo sebagai terdakwa karena telah melakukan penganiayaan
terhadap seorang wartawan, kini menjadi bola panas bagi aparat penegak hukum
dikota palopo, khususnya Pengadilan Negeri Palopo.
Pasalnya, selain “pengalihan” laporan (dari pengeroyokan dan pelarangan peliputan, menjadi penganiayaan, red),
tuntutan dan vonis yang dijatuhkan majelis hakim pun seolah menyisahkan
berbagai pertanyaan dibenak korban.
Saiful, Wartawan yang menjadi korban dalam pengeroyokan
dikantor BPN Kota Palopo, kepada wartawan mengungkapkan jika selain pengalihan
permasalahan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palopo juga dinilainya tebang
pilih.
“bagaimana tidak, dalam kasus penganiayaan yang melibatkan masyarakat
kecil, hukuman bisa mencapai tahunan, serta terpidana dituntut untuk menjalani.
Sedangkan dalam kasus pengeroyokan saya, dimana oleh Polisi, Jaksa dan Hakim
dikenakan pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan, pelaku hanya di ganjar
hukuman Pidana penjara 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, tanpa
perlu menjalani masa penahanan tersebut.” terangnya.
Yang menyayat hati korban, saat rekannya mencoba
mempertanyakan mengapa pelaku pengeroyokan tidak ditahan, dengan enteng Amran
S.Herman,SH, salah satu Majelis
Hakim yang menangani perkara tersebut mengatakan jika penahanan tersebut adalah
hak dan wewenang jaksa dan hakim.
“Dikejaksaan kan tidak ditahan, Itu haknya kejaksaan. Dipengadilan
kita tidak melakukan penahanan. Itukan haknya kita untuk tidak melakukan
penahanan,” tutur Amran S.Herman,SH
Selain itu, anggota majelis hakim tersebut berkilah “Vonis
ringan” pengadilan negeri palopo didasarkan atas pertimbangan luka yang
diderita korban yang tidak terlalu serius.
“kalau diliat dari pertimbangan majelis hakimnya, kalau 351 itu,
inikan diliat dulu dari visumnya. Visumnya dia, lukanya nggak serius-serius
amat.” kilahnya.
Lebih jauh Arman S.Herman, SH. menjelaskan
jika tujuan penahanan “Cuma” untuk memperlancar persidangan saja.
“Penahanan itu kan tidak harus dikenakan ke semua orang. Penahanan itu
Cuma untuk memperlancar proses persidangan. Kalau kita anggap orangnya, waduh,
inikan bisa menghambat persidangan, ya kita tahan.”
jelasnya.
Kalau pernyataan anggota majelis
hakim tersebut benar, kini timbul pertanyaan, mengapa banyak kasus yang
melibatkan masyarakat kecil selalu dilakukan penahanan, mulai di tingkat
kepolisian, hingga selesainya putusan pengadilan, bahkan petahanan “wong cilik”
pun mencapai hitungan tahun. Apakah penahanan mereka salah, ataukah prosesnya
yang salah...? (Saiful).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar