RUMAH KORBAN BANJIR BATTANG TERBENGKALAI
Palopo, DP-
Pembangunan rumah bantuan bagi korban longsor dan banjir bandang,
kelurahan Battang Barat, kecamatan Telluwanua, yang seyogyanya dibangun dengan
tujuan menjadi tempat tinggal yang layak bagi para korban banjir dan longsor, kini
menyisahkan banyak pertanyaan dan permasalahan.
Pasalnya, rumah tinggal yang dibangun diatas lahan bekas Bumi
Perkemahan Palopo tersebut hingga saat ini belum juga dihuni oleh para korban
longsor dan banjir bandang.
Dari pantauan wartawan DP dilapangan, terlihat rumah yang
dibangun untuk relokasi warga Battang yang masuk kawasan rawan bencana alam tersebut
tampak tak terawat. Yang terlihat hanya sederetan rumah kosong tak bertuan.
Dari sekitar 200 unit rumah ukuran 6X5 meter tersebut, hanya
tiga rumah yang nampak berpenghuni.
Menurut informasi masyarakat yang menempati salah satu rumah
di kawasan tersebut, selain tidak tersedianya sumber penghidupan bagi
masyarakat korban banjir dikawasan tersebut, rumah yang dibangun dengan Dana
Milyaran rupiah tersebut sangat tidak layak huni. Hal inilah yang membuat
masyarakat korban banjir enggan untuk tinggal dan menetap di kawasan relokasi
itu.
Dalam pantauan DP, rumah yang dibangun untuk pemukiman para
korban banjir tersebut sangat jauh dari standar kelayakan dan terkesan asal
jadi, serta juga masih terancam bencana alam serupa, atau lainnya. Selain akses
yang sangat jauh dari lokasi perkebunan, kawasan relokasi tersebut sangat
terisolir dan berada ditepian sungai, serta kondisi fisik bangunannya sangat
memprihatinkan.
Salah satu penghuni yang ditemui DP mengakui jika dirinya khawatir
dengan kondisi fisik bangunan yang hanya dibuat dari bahan seadanya.
“Tiang dan balok yang
dipake, semuanya kecil dan kayu mudah patah. Kami takut kalau ada angin
kencang, rumah ini bisa rubuh.” Ungkap sumber tersebut.
Seorang sumber lain bahkan berani menyebutkan jika
pembangunan pemukiman relokasi korban banjir tersebut sarat nuansa korupsi.
Dugaan sumber tersebut ternyata bukan tidak beralasan. Guna mendukung
pernyataannya, sumber tersebut membandingkan antara biaya yang digunakan pada
pembangunan pemukiman tahap kedua sebesar 2 milyar untuk membangun 80 unit
rumah.
Kepada DP, sumber tersebut menaksirkan anggaran pembangunan satu
unit perumahan tersebut hanya bisa menghabiskan anggaran sekitar 6,5 juta
rupiah.
Jika perhitungan sumber tersebut benar, maka total biaya
pembangunan Rumah Relokasi Korban Banjir tersebut hanya menelan anggaran
sekitar 520 Juta Rupiah.
“Jika perhitungan kami
benar, maka total anggaran yang digunakan dalam Pembangunan Rumah Relokasi
Korban Banjir tersebut hanya berkisar 520 Juta rupiah. Dan jika hal itu benar, terus
sisa dana pembangunannya dikemanakan.” Ungkap sumber tersebut dengan nada tanya.
Ditemui terpisah, Musnahar, Aktivist LSM (Sekjend LPPM Indonesia,red) mengaku akan membentuk TIM khusus
untuk melakukan penelusuran tentang kebenaran informasi tersebut.
“Insya allah, kami akan
menindaklanjuti Informasi tersebut dengan menurunkan TIM Investigasi dari
kelembagaan kami.” Ungkap
Mus, (sapaan akrab Musnahar).
Ditambahkannya, jika kelak dalam penelusuran TIM yang
dibentuknya menemukan adanya Indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi, maka mereka
akan melakukan langkah-langkah hukum sesuai tugas dan tanggungjawabnya.
“Jika kelak dalam
penelusuran, TIM kami menemukan adanya Indikasi Tindak Pidana korupsi, kami
akan melakukan langkah-langkah hukum, termasuk melaporkannya kepada lembaga terkait,
khususnya kepada penegak hukum.” Lanjutnya. (Saiful).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar